Minggu, 08 April 2012

Membangun Karakter Anak Bangsa
( Character Building )





Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu focus didalam pembangunan Indonesia dewasa ini. Dalam peningkatan kualitas disekolah/pendidikan harus di imbangi professional guru yang tentunya diikuti kualitas pembelajaran di kelas bekal kepada siswa untuk hidup bermasyarakat dan melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Semua guru memberikan pelayanan terhadap anak didik baik itu berupa lesprivat, tambahan pelajaran, ektra kurikuler semua itu untuk mempersiapkan anak didik yang pandai. Kursus-kursus kilat anak pun juga bertaburan di berbagai tempat. Semua ini untuk mencerdaskan otak anak dan menghitung dengan cepat dan tepat. Pandai berbagai bahasa, hingga fisik kuat dan sehat melalui kegiatan ektra kurikuler baik menari, main musik dan berolahraga seperti main sepak bola, berlari, basket dan sebagainya. Banyak orang tua senang karena pendidikan penuh kesan yang menggiurkan orang tua. Guru bangga melihat anak didiknya pandai segala hal.
Tapi orang tua dan guru sekarang kalang kabut melihat anak-anaknya yang pandai tapi tidak diikuti akhlakkul kharimah (tingkah laku yang baik), dimana banyak anak yang hilang kendali seperti perkelahian antar teman / tawarun antar pelajar, tidak disiplin, tidak tanggungjawab dan ketidakjujuran. Semua ini seakan-akan menjadi ngetren dikalangan anak didik kita. Bagaimana anak kita sudah tidak memiliki karakter yang baik ? jadi apa Bangsa dan Negara ini ? kalau generasi muda/anak didik kita sudah jauh dari norma-norma yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis. Apa yang terjadi kalau menjadi pejabat tidak mempunyai karakter yang baik. Apakah akan berhasil membangun bangsa yang maju, bermartabat dan berwibawa?.
Ini semua tugas guru untuk mendidik anak didik kita dengan pendidikan yang berkualitas yaitu mampu mencerdaskan anak didik kita dengan membangun karakter anak ( Character Building ). Jadi guru untuk merencanakan pelaksanaan pembelajaran guru juga memasukkan/membiasakan anak didik kita dengan Character building artinya anak kita dibiasakan / dilatih bertanggungjawab, disiplin, kejujuran, dalam kelas maupun dirumah serta dimasyarakat agar menjadi pembiasaan. Selain pelajaran akademik anak dilatih bertanggung jawab menjaga kelas, piket, mengerjakan tugas, jujur mengerjakan tugas sendiri, disiplin datang lebih awal, mengerjakan tugas tepat waktu, tepat mengembalikan buku, serta guru memberi suatu tugas menjelaskan tentang tanggung jawab, kejujuran maupun disiplin agar anak apa yang dikerjakan bermakna dan mengerti maksudnya serta menjadikan pembiasaan dalam kehidupannya baik disekolah, dirumah serta di masyarakat.
Guru dalam melaksanakan pembelajaran harus merancang /skanarionya harus menyisipkan/menambah kan pembelajaran Character building/membangun karakter anak dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan guru dalam memberi tugas kepada didik kita, guru menjelaskan makna dan maksudnya agar anak terbangun karakternya dan dijadikan pembiasaan dalam kehidupan sehari-harinya. Jadilah anak didik kita yang pandai dan berakhlak mulia, jujur, disiplin, dan tanggung jawab yang akan dibawa sampai dewasa serta menemukan jati dirinya. Dengan pendidikan Character Building anak didik kita menjadi generasi yang tangguh, cerdas, yang bermartabat, cekatan, cakap, ulet, tegas, mandiri, multi cultural, disiplin, tanggungjawab, jujur membangun bangsa yang maju bermartabat, dan berwibawa,.

Senin, 02 April 2012

TRIK-TRIK DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL


Untuk siswa/ siswi yang akan menghadapi Ujian Nasional (khususnya siswa/i SMP Ananda Batam ) ada beberapa tips yang sekiranya dapat dipertimbangkan sebagai upaya persiapan dalam menghadapi UN 2012. 

1.      Hadapilah ujian dengan tenang dan proporsional
* Hadapilah ujian ini dengan sikap yang tenang dan proporsional bahwa ujian sebagai sesuatu yang harus dihadapi, dilalui. Sikap tenang akan memungkinkan kita menyusun rencana menentukan strategi dan menjalaninya dengan senang.
2.      Bersikaplah proaktif
* Proaktif adalah suatu sikap yang beranggapan bahwa kita sendirilah yang menentukan keberhasilan dan kegagalan dalam hidup ini, termasuk dalam menghadapi UAN. Yakinlah bahwa kerja keras dan usaha keras yang kita lakukan akan membuahkan hasil. Dalam menyikapi standar minimal, justru yang terbaik adalah kita sendiri membuat patokan standar nilai minimal. Misalnya, menargetkan 7,01 atau 8,01 sehingga yang muncul adalah tantangan bukan beban.
3.      Buatlah rencana
* Menghadapi ujian dapat diibaratkan sebagai perjalanan menuju sukses. Sebagaimana perjalanan sukses, sudah sepatutnya kita membuat perencanaan. Dari sekian banyak bahan pelajaran yang harus dipelajari dipilah-pilah antara bahan UAN dari pusat dengan bahan ujian dari sekolah. Antara bahan kelas satu, kelas dua, dan kelas tiga, pelajaran hitungan dan hafalan, sehingga dapat dipelajari dengan teratur dan sistematis. Model belajar semacam itu dapat meringankan dan lebih mengefektifkan cara kerja otak. Salah satu hukum otak yaitu dapat bekerja maksimal dengan cara teratur dan sistematis.
4.      Perbanyaklah baca dan latihan soal
* Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh lembaga bimbingan belajar adalah para siswa banyak berlatih memecahkan soal-soal dengan cepat. Kita dihadapkan pada soal-soal yang harus dijawab dan dipecahkan dengan tepat. Dengan sering kita berlatih maka kita terbiasa dan terlatih, sehingga tidak cemas atau grogi dalam menghadapi soal (ujian).
5.      Belajar kelompok
* Belajar kelompok merupakan salah satu cara yang dapat dipakai para siswa untuk berbagi dengan teman yang lain dalam memecahkan soal dan saling menguatkan motivasi belajar dan prestasi. Para siswa daripada banyak bermain dan membuang-buang waktu dengan percuma, manfaatkanlah dengan cara belajar berkelompok dengan teman di sekolah atau di sekitar tempat tinggal kita.
6.      Efektifkan belajar di sekolah
* Masih terdapat siswa yang datang ke sekolah dan hadir di kelas dengan alakadarnya atau sekadar hadir, tidak mengoptimalisasikan semua potensi dirinya untuk meraih hasil terbaik dalam daya serap materi maupun prestasinya. Padahal jika dimaksimalkan, niscaya hasilnya akan lebih bagus kalaupun tidak ditambah dengan les-les yang lain di luar jam sekolah. Pada umumnya, para siswa kurang menggunakan kemampuan nalarnya dalam belajar, baru sebatas menghafal. Siswa juga masih kurang untuk bertanya, berdialog bahkan berdebat dengan gurunya. Padahal kemampuan bertanya salah satu upaya untuk memperkuat pemahamaman atau pengertian dan keterampilan belajar.
7.      Mohon doa restu dari orang tua
*Yakinlah bahwa jika kita lulus maka orang tua kita akan senang dan bangga. Jadikanlah perjuangan menghadapi UAN 2008 sebagai ajang untuk mempersembahkan yang terbaik kepada kedua orang tua kita tercinta. Mohon doa restulah pada orang tua agar kita diberi kemudahan dan kelancaran. Kedua orang tua kita akan dengan senang mendoakan putra-putrinya yang sedang berjuang menghadapi UAN.
8.      Berdoalah pada Tuhan
*Adalah sombong yang beranggapan bahwa keberhasilan kita semata-mata usaha dan kerja keras kita sendiri tanpa keikutsertaan Sang Pencipta. Untuk itu dengan segala kerendahan diri dan hati di hadapan-Nya, kita panjatkan doa agar diberi kelulusan, kesehatan dan kemudahan dalam menghadapi ujian nanti. Tuhan Maha Tahu dan tentu akan mendengarkan dan mengabulkan doa hamba-hambaNYA. 

MAKNA LAMBANG GARUDA PANCASILA
DAN PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA



Nilai-nilai pada Lambang Garuda Pancasila
       Keberadaan lambang Garuda Pancasila disahkan dalam sidang Dewan Menteri Republik Indonesia (RI) yang dilaksanakan pada tanggal 10 Juli 1951. Lambang ini diciptakan oleh Panitia Lambang Negara RI dengan susunan, Ketua: Prof. Mr. Muhammad Yamin, dengan anggota: Ki Hadjar Dewantara, M.A. Pellaupessy, Muhammad Natsir, dan Prof. Dr. R.M.Ng. Purbotjaroko (Pariata Westra dkk., 1995: 175).  
      Lambang Garuda Pancasila merupakan lambang negara yang begitu lengkap. Lambang ini terdiri atas kumpulan lambang-lambang yang masing-masing memiliki arti dan maksud baik  tersurat maupun yang tersirat. Namun demikian masing-masing bagian lambang itu tidak bendiri sendiri-sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan sebuah lambang Garuda Pancasila yang utuh. Berikut ini akan dijelaskan makna dari lambang Garuda Pancasila (lih. Pariata Westra, 1995: 175-183).

  1. Burung Garuda
      Kerangka dasar lambang Garuda Pancasila berujud Burung Garuda. Burung  Garuda adalah raja dari segala burung. Burung Garuda juga dikenal sebagai Burung Sakti Elang Rajawali. Terkait dengan ini, Burung Garuda melambang kekuatan dan gerak yang dinamis yang terlihat dari sayapnya yang mengembang, siap terbang ke angkasa. Burung Garuda dengan sayap mengembang siap terbang ke angkasa, melambangkan dinamika dan semangat untuk menjunjung tinggi nama baik bangsa dan negara.

  2. Seloka, bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika
      Kedua kaki Burung Garuda yang kokoh mencengkeram pita putih yang bertuliskan seloka yang berbunyi: Bhinneka Tunggal Ika. Seloka ini diambil dari buku buku Sutasoma, karangan Empu Tantular. Bhinneka Tunggal Ika, berarti ”berbeda-beda tetapi satu jua”. Dalam konteks keindonesiaan, kata-kata itu memiliki makna yang sangat mendalam. Negara Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang dihuni oleh berbagai suku bangsa dengan adat istiadat dan bahasanya sendiri-sendiri. Bangsa Indonesia juga menganut berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan realitas itu menunjukkan bahwa kehidupan di Indonesia begitu beragam, terdapat berbagai perbedaan di antara yang satu dengan yang lain. Namun kenyataannya, Indonesia merupakan negara kesatuan, satu nusa, satu bangsa, dan menjunjung satu bahasa persatuan, Indonesia. Bangsa Indonesia itu juga satu jiwa dan satu pandangan hidup. Keadaan yang berbeda-beda tetapi dapat bersatu ini, berarti masing-masing pihak ada toleransi, ada kegotongroyongan, ada nilai saling harga menghargai dan hormat menghormati, sehingga tercipta persatuan dan kesatuan.

3. Warna
      Warna pokok dari Burung  Garuda, adalah kuning emas. Warna kuning emas melambangkan keagungan. Bangsa Indonesia senantiasa menjunjung tinggi martabat bangsa yang bersifat agung dan luhur. Bangsa Indonesia diharapkan menjadi bangsa yang bermartabat, besar (disegani dan dihormati bangsa lain), dan semua warganya berbudi pekerti luhur. Warna merah putih pada perisai seperti halnya warna bendera Sang Saka Merah Putih, merah melambangkan keberanian dan putih berati kesucian. Merah putih juga melambangkan kebenaran dan kejujuran. Merah juga melambangkan semangat juang yang tak kunjung padam. Warna hijau pada pohon beringin dan kelopak/tangkai padi dan kapas bermakna kesuburan dan harapan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang makmur dan sejahtera.

4. Jumlah Bulu Burung Garuda  
       Jumlah bulu yang berada pada Garuda Pancasila  terkait dengan kelahiran NKRI. Bulu pada sayap kanan dan kiri, masing-masing berjumlah 17 helai (menunjukkan tanggal 17); bulu ekor berjumlah delapan helai (menunjukkan bulan 8/Agustus. Kemudian di bawah kalung perisai yang menghubungkan dengan ekor terdapat bulu berjumlah 19 dan bulu pada leher berjumlah 45 (menunjukkan angka tahun 1945). Angka-angka yang menunjuk tanggal 17 Agustus 1945 ini bermakna historis untuk membangun proses penyadaran bagi setiap warga negara Indonesia agar menghargai waktu dan selalu mengingat sejarahnya. Orang yang melupakan sejarahnya selamanya tidak akan pernah dewasa.

5. Perisai
     Perisai merupakan lambang perjuangan dan perlindungan, karena perisai sering dibawa ke medan perang oleh para prajurit untuk melindungi diri dari serangan musuh. Garis melintang yang membagi perisai menjadi ruang atas dan bawah melambangkan garis Katulistiwa yang memang membelah Kepulauan Indonesia. Perisai yang merupakan lambang perjuangan dan perlindungan ini terbagi atas lima bagian, yang masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila.
  1. Perisai kecil yang terletak di tengah-tengah perisai besar. Di tengah-tengah perisai kecil terdapat gambar bintang untuk melambangkan sila pertama: ”Ketunanan Yang Maha Esa”. Ini mengandung maksud agar warga negara Indonesia terus meningkatkan keimanan dan ketakwaannya atas dasar agama dan kepercayaan masing-masing. Hal ini sesuai dengan pandangan hidup dan perpektif kehidupan berbangsa yang bersifat religius. Nilai-nilai yang dikembangkan untuk membangun warga bangsa Indonesia yang bermartabat, yakni nilai keimanan dan ketakwaan, toleransi dan kerukunan antar umat beragama, saling hormat menghormati.
  2. Gambar rantai yang berwarna kuning emas, menunjukkan sila kedua: ”Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Rantai ini terdiri atas dua macam yakni yang berbentuk persegi empat dan berbentuk cincin. Hal ini melambangkan makhluk yang terdiri pria dan wanita yang saling sambung menyambung. Bangsa Indonesia menyadari bahwa manusia di dunia ini sama antara yang satu dengan yang lain, tidak bangsa yang lebih tinggi kedudukannya dibanding bangsa lain. Oleh karena itu, antarmanusia dan antarbangsa harus saling kasih sayang, saling mencintai tidak semena-mena, tenggang rasa, saling harga menghargai, dan saling tolong menolong, membela kebenaran dan keadilan (Bahan Penataran UUD-45, P-4 dan GBHN, 1988).
  3. Pohon Beringin, melambangkan sila ketiga: ”Persatuan Indonesia”. Pohon Beringin yang lebat daunnya, hijau, rimbun sehingga bisa digunakan untuk berteduh dan berlindung siapa saja. Nilai-nilai yang termaktub di dalam lambang ini misalnya persatuan dan kesatuan, saling melindungi, rela berkorban, rasa cinta pada tanah air, bangga sebagai bangsa Indonesia sekaligus bangga dengan budaya bangsanya.
  4. Kepala Banteng, melambangkan sila keempat: ”Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.”  Rakyat dalam hal ini merupakan komunitas yang masing-masing individu memiliki kedudukan yang sama, memiliki kewajiban dan hak yang sama. Inilah inti dari kehidupan demokrasi, yang di Indonesia memiliki ciri yang khas, yakni musyawarah untuk mufakat, yang dijalankan secara jujur dan tanggung jawab. Nilai-nilai yang terkandung pada sila keempat ini, antara laian: demokrasi, persamaan, mengutamakan kepentingan negara, tidak memaksakan kehendak, musyawarah untuk mufakat, gotong royong dan semangat kekeluargaan, kesantunan dalam menyampaikan pendapat, jujur dan tanggung jawab.
  5. Padi dan kapas, melambangkan sila kelima: ”Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.” Sila ini memberikan semangat dan motivasi bagi pimpinan dan seluruh rakyat Indonesia untuk mengusahakan kemakmuran dan kesejateraan yang merata (adil) bagi bangsa Indonesia. Padi melambangkan pangan dan kapas melambangkan sandang. Dengan lambang ini diharapkan semua rakyat Indonesia dapat menikamati kemakmuran, kesejahteraan, cukup pangan, cukup sandang. Oleh karena itu, sila kelima ini sekaligus memberikan semangat dan motivasi para pimpinan  dan semua unsur masyarakat untuk mengusahakan kemakmurn dan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah prinsip keadilan sosial yang perlu diwujudkan sesuai dengan amanat sila kelima Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya antara lain: keadilan, gotong-royong dan saling tolong menolong, tanggung jawab, kerja keras dan kemandirian.
       Di samping hal-hal yang dijelaskan di atas, secara simbolik filosofis, karakter  atau ciri Lambang Garuda Pancasila itu diciptakan sesuai dengan jiwa, kebudayaan, tradisi dan nilai-nilai agama yang berkembang di Indonesia. Dalam konteks ini Lambang  Garuda Pancasila itu sudah melambangkan kebaikan/keutamaan. Sebagai contoh Burung Garuda itu menghadap kekanan. Di lingkungan masyarakat Indonesia sudah menjadi pandangan bahkan mentradisi bahwa kanan itu sesuai yang baik. Oleh karena itu, memulai sesuatu yang baik sudah seharusnya dimulai dari kanan, entah tangan kanan, kaki kanan (kecuali sesuatu keadaan yang khusus seperti kidal). Mau masuk rumah, atau masuk ruang ibadah, dimulai kaki kanan, makan dengan tangan kanan, Malaikat yang mencatat perilaku baik manusia ada pada bahu kanan manusia yang bersangkutan. Memahami uraian mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam lambang Garuda Pancasila yang berintikan nilai-nilai Pancasila, jelas merupakan instrumen yang sangat tepat untuk membangun karakter bangsa Indonesia. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat dideskripsikan karakter bangsa Indonesia antara lain sebagai beriku: (1) Menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, sehingga menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Y.M.E; (2) berlaku adil, jujur dan bertanggung jawab; (3) kasih sayang dan saling tolong menolong; (4) beradap dan mematuhi norma-norma yang berlaku dalam masyarakat; (5) memupuk sikap toleransi, saling harga-menghargai, dan hormat-menghormati; (6) menghormati perbedaan dan mengembangkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan; (7) bersikap positif kepada bangsa dan negara, rela berkorban dan cinta pada tanah air; (8) mencintai dan melestarikan budaya bangsa sendiri, menjaga milik negara, dan menghormati budaya dan milik bangsa lain; (9  terbuka terhadap perubahan atas dasar nilai dan norma yang dimilikinya; (10) mengembangkan semangat kekeluargaan dan gotong royong, (11) demokratis, mengedepankan musyawarah untuk mencapai mufakat; (12) memiliki semangat juang yang tinggi, kerja keras dan mengembangkan kemandirian.  
       Karakter atau nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia yang demikian itu jelas sebagai karakter yang unggul dan kompetitif. Tetapi sayangnya nilai-nilai luhur itu “seolah sirna” ditelan oleh ganasnya pragmatisme, sekularisme dan materialisme. Secara filosofis kehidupan manusia lebih mengutamakan paradigma “memiliki” daripada “menjadi” (Erich From, 1987). Pendidikan pun larut dengan setting  kekinian yang serba instan dan lupa pada esensinya sebagai investasi peradaban masa depan. Benarkah kehidupan bangsa Indonesia sedang mengarah kepada situasi yang pernah diperingatkan Bung Karno bahwa apabila kita gagal membangun karakter bangsa, maka kita akan menjadi bangsa kuli, bangsa yang tidak memiliki kemandirian dan akan didekte oleh bangsa lain?